oleh : Rahmayulis Saleh
JAKARTA (Bisnis): Pemerintah melalui Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengirimkan dua remaja kreatif sebagai wakil Indonesia ke ajang International Exhibition for Young Investors 2005 yang berlangsung di Kuala Lumpur, Malaysia. Event internasional yang berlangsung 19-21 Mei itu diikuti sedikitnya oleh 39 negara peserta a.l. Jepang, AS, Australia dan Inggris. Wakil dari Indonesia adalah pemenang Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) LIPI 2004, yaitu Listya Chandra Ayu dari SMA YPVD Bontang, Kaltim, dan Sigit Dwi Maryanto dari SMA Negeri 6 Yogyakarta. Keikutsertaan LIPI dalam event internasional ini, kata Anung Kusnowo, ketua delegasi Indonesia ke forum tersebut, sebagai bonus istimewa dan pemicu bagi para remaja di tanah air untuk ikut mengirimkan karya ilmiahnya ke LKIR. "Di sinilah awal dari peran para pemenang LKIR bidang ilmu pengetahuan teknik menampilkan karyanya di forum internasional," kata Anung yang juga peneliti di Pusat Penelitian Fisika Serpong. Kedua siswa kelas dua SMA tersebut akan menampilkan penemuan terbaru mereka yang sudah diteliti sejak tahun lalu. Listya akan mengeluarkan hasil penelitiannya berupa batako dari bahan limbah serbuk kayu ulin yang banyak terdapat di Bontang. Sementara Sigit membawakan penemuannya berupa pembuatan tapai singkong dengan fermentasi melalui suntikan. Kedua penemuan bidang ilmiah tersebut, kata Anung, sudah didaftarkan pada Ditjen HaKI, supaya nantinya tidak dijiplak oleh orang lain. Listya, kelahiran Bontang, 9 April 1988, menuturkan di kampungnya itu kesulitan bahan baku pasir dan batu. "Malah kami mengimpor pasir untuk bahan bangunan dari provinsi lain," ujarnya tergelak. Dia melihat banyak limbah dari pemotongan kayu ulin yang dibuat untuk furnitur dan papan di daerahnya terbuang begitu saja. "Saya ingin memanfaatkan limbah serbuk kayu ulin tersebut. Dan coba-coba membuat campuran untuk batako," ujar sulung dari dua bersaudara ini. Setelah melalui ujicoba beberapa kali, Listya pun berhasil menemukan formulasi untuk membuat batako dari bahan serbuk kayu ulin tersebut. Campuran bahan baku yang dipakainya adalah air, semen, pasir dan serbuk kayu ulin. "Berapa perbandingan pemakaian bahan-bahan tersebut masih rahasia," katanya. Batako berwarna kemerahan hasil karyanya itu, menurut dia, sudah diuji coba kekuatannya melebihi batako biasa yang banyak dijual di pasar, dan tahan api. Sementara Sigit anak mantan perawat, senang makan tapai singkong sejak kecil. Dia melihat proses pembuatan tapai tersebut cukup lama. Bersama tiga temannya dari sekolah yang sama, dia mencoba fermentasi tapai dengan suntikan. "Ternyata proses permentasi dengan sistem suntikan ini memerlukan waktu satu hari, sementara dengan taburan ragi yang biasa dilakukan penjual tapai, bisa tiga hari," ujar Sigit. |
Sigit kereeeeen :)
BalasHapus